“Tidak kalah dengan produksi Amerika, Jepang” Penulis Terkenal Indonesia Puji Ejen Ali

Filem Ejen Ali yang masih ditayangkan di pawagam pada ketika ini menerima benyak review positif dari penonton di Malaysia.

Tidak dinafikan, filem ini merupakan satu naskhah yang bernilai dan menjadi permata bernilai buat negara kita.

Lebih membanggakan, penulis terkenal dari Indonesia, Tere Liye yang memiliki lebih 5 juta pengikut di Facebook turut memberikan pandangannya mengenai filem ini.

Menurut beliau, dari awal penceritaan hingga akhir, Ejen Ali sangat ‘keren’ (mantap)!

Malah, beliau turut membandingkan betapa penghasilan filem ini setanding dengan animasi Amerika Syarikat dan Jepun.

Mari ikuti perkongsian beliau di laman Facebook miliknya.

_________________

Hari ini, 1 Januari 2020, setelah diputar dan menjadi salah-satu film terlaris di Malaysia, akhirnya Ejen Ali: The Movie diputar di Indonesia. Tidak semua memutar film ini, yg saya tahu CGV. Jadi baiklah, saya pergi ke bioskop CGV terdekat, menonton pemutaran jam pertama, di hari pertama pula.

Beda dengan Boboiboy atau Upin-Ipin yang saya sempat menonton serialnya di televisi, Ejen Ali ini saya blank. Tahu sih tahu, tapi hanya selintas lalu.

Lima menit pertama, film ini keren. Bukan main. 30 menit pertama juga tetap keren. Sampai selesai pun masih keren. Kualitas animasinya mengagumkan. Tidak kalah dengan produksi Amerika, Jepang dkk. Jalan ceritanya juga keren.

Film ini tentang badan spionase atau lebih luas lagi badan perlindungan canggih, dengan tokoh utamanya Ejen Ali (yang masih 12 tahun). Maka ceritanya tentu bergaya spionase.

Penuh aksi. Misteri. Konspirasi. Keadilan. Dibungkus teknologi mutakhir. Disertai drama yang membuat menangis. Masukan unsur komedi, genap resepnya, film ini keren sudah.

Saya membutuhkan penyesuaian banyak saat menonton, karena sy tidak kenal dengan setiap tokohnya, tapi itu tidak sulit, cerita mudah diikuti, konflik juga oke.

Sy merasakan ketegangan, juga kesedihan tokohnya, pun keseruan aksinya. Perkara ending, itu kembali ke masing2. Toh, film ini jelas berpotensi punya sekuel berikutnya.

Hal yang paling saya sukai dari film ini, betapa banyaknya muatan lokal di dalam film. Mulai dari makanan, pakaian, kebiasaan, hingga hal2 detail. Bando yang dikenakan oleh Niki misalnya, itu batik yang oke punya.

Makanan sate. Pun tambahkan agen2 dengan kerudung. Jika di film2 lain, hal ini cuma jadi pelengkap sekaligus alat promosi biar laku di pasar tertentu, di film ini jelas jadi menu utamanya. Muatan lokal ini dengan sangat megah, disajikan penuh kebanggaan oleh tim produksi film ini. Itulah budaya mereka.

Saya merokemendasikan film ini untuk ditonton anak2 kita. Ayo, ajak anak2 kita menonton Ejen Ali: The Movie. Itu film yang cocok buat mereka. Please, anak2 kita itu bukan diajak nonton film2 lain yang usianya tidak cocok, dipenuhi adegan tidak pantas utk anak2, dan ditambahkan pula kepentingan sutradara, produsernya terkait isu2 gender, seksualitas, dll. Ejen Ali: The Movie jelas lebih cocok bagi anak2 kita di sisa liburan sekolah ini.

Tahnia buat tim yang membuat film ini. Malaysia jelas melompat tinggi sekali dalam film2 animasi.

Ah iya, adegan favorit saya adalah: saat Ejen Ali mau masuk ke markas besarnya lewat warung makan Mamak. Alamak, itu suprise sekali. Sempat bingung beberapa detik, kemudian nyengir lebar, bukan main.

Di Ejen Ali ternyata harus bernyanyi dan menari ala India baru bisa masuk ke markasnya. Lucu, menarik, kreatif, dan tentu saja mari menari dan bernyanyi bersama.

– Tere Liye